Selingkuh ITU Abnormal & Abnorma

Drs. Yadi Purwanto, MM

A. Pengertian

Asya (2000) mendefinisikan perselingkuhan (Selingkuh) diartikan sebagai perbuatan seorang suami (istri) dalam bentuk menjalin hubungan dengan seseorang di luar ikatan perkawinan yang kalau diketahui pasangan syah akan dinyatakan sebagai perbuatan menyakiti, mengkhianati, melanggar kesepakatan, di luar komitmen. Dengan kata lain selingkuh terkandung makna ketidakjujuran, ketidakpercayaan, ketidaksaling menghargai, dan kepengecutan dengan maksud menikmati hubungan dengan orang lain sehingga terpenuhi kebutuhan afeksi-seksualitas (meskipun tidak harus terjadi hubungan sebadan).

Kita tentu sudah mengenal berbagai akibat selingkuh. Bukan saja terancamnya rumah tangga, tetapi juga terkadang membawa dampak ikutan yang cukup berat, seperti hancurnya harapan anak-anak, rasa malu yang ditanggung keluarga besar, rusaknya karir. Lebih dari itu semua adalah rusaknya tatanan sosial pada masa mendatang.

B. Mengapa Selingkuh

Banyak sebab mengapa suami (istri) melakukan selingkuh.

1. Faktor Utama

a. Predisposisi kepribadian. Ada beberapa individu yang cenderung memiliki gairah seks yang besar (seksmania) ataupun yang mengalami kebosanan seksual. Miskinnya afeksi seksual pasangan dapat menjadi pemicu kuat untuk terjadinya pengembaraan seksual dan juga afeksi dari orang lain. Modusnya mulai dari jajan seks, memelihara simpanan WIL (PIL), affair tanpa seks. Yang kesemuanya berkategori perilaku abnormal dan abnorma.

b. Terjadinya desakralisasi lembaga perkawinan. Rumah tangga (RT) yang tadinya dianggap sebagai lembaga ideal untuk menyelamatkan dua sejoli dari dosa. Muatan kehalalan menurut agama menjadi rapuh dan keluarga dipandang sebagai rutinitas bahkan beban kehidupan. Orang ingin melepaskan dari kegagalan menciptakan RT yang ideal. Keabsahan agama dan kehalalan agama dipandang sebagai sebuah formalitas saja tanpa ruh, akhirnya ia meruntuhkan (meralat) kesucian agama.

c. Terjadinya deidealisasi lembaga RT. Semua orang yang menikah biasanya diawali dengan angan-angan, cita-cita yang luhur, punya keturunan yang baik, materi yang cukup, serta masa depan yang bahagia. Idealisasi ini runtuh setelah mengalami tahap kemandegan spiritualitas memerankan RT. Orang menjadi tidak peduli, karena idealismenya tidak akan pernah tercapai. Orang semacam ini tidak lagi memiliki gambaran ideal lagi tentang RT.

d. Terjadinya dekadensi moral. RT adalah lembaga moral terbesar dalam masyarakat. Di RT lah setiap individu memperoleh pendidikan mendasar. Suami (istri) memerankan tugas mulianya secara moral hampir 50% berada di RT. Dari cara mendidik anak-anaknya, komunikasi, tata krama, life survive semuanya digambarkan begitu gamblang di RT. Ketika seseorang tidak lagi menyadari fungsi RT sebagai lembaga moral terbesar, maka ia benar-benar jatuh 50% dari hakekat moralnya. Wajar kalau semua agama menghukum berat pelaku selingkuh, sebab kalau dibiarkan sama dengan 50% keruntuhan moral masyarakat. Seperti kita mengenal dalam ajaran Islam, selingkuh berarti mati, dan sekaligus cerai. Demikian pula dalam Kristiani, perceraian menjadi mungkin karena salah satu pihak telah berzina. Dalam Hindu pun selingkuh memperoleh hukuman yang berat. Bahkan, semua budaya primitif sekalipun menganggap selingkuh sebagai sebuah aib dari 10 aib terbesar.

2. Faktor Pendukung

a. Faktor fasilitasi sosial. Lemahnya institusi masyarakat dalam masalah moral sosial dan hukum menjadi lahan subur selingkuh. RT seolah memperoleh ancaman serius dari lingkungan. RT yang sejak awal sudah bagus semacam digerus perlahan-lahan oleh lingkungan yang memfasilitasi kebejatan moral atau memperbolehkan (permisivitas masyarakat). Bagaimana tidak aneh, di satu sisi di RT dituntut kesucian, kesetiaan pada saat yang sama diijinkannya melakukan selingkuh di lokalisasi berizin. Hal yang sama terjadi dalam bingkai kehidupan yang lainnya. Ketika kampanye anti merokok sedang gencar, tetapi iklan rokok secara terbuka menyatakan bahayanya. Setiap hari kita disuguhi agar miras diberantas, pada saat yang sama ia berada di tempat-tempat berizin. Dalam teori psikologi, kenyataan ini akan menciptakan dissonance cognitive-kekacauan berfikir. Dalam istilah umum orang harus terbiasa bermuka dua, bersikap yes danno pada kasus yang sama, untuk pro dan kontra secara bersamaan dalam peristiwa yang sama. Hal inipun menular dalam RT, seperti mencintai sekaligus selingkuh.

b. Ketersediaan group secara sosial. Nampaknya tidak semua kaum selingkuh ini mendapatkan dampratan masyarakat, tetapi juga memperoleh penerimaan dari komunitas tertentu-meskipun terbatas. Bisa kita bayangkan bahwa orang dengan bangga mengumbar pengalaman selingkuhnya sebagai sebuah prestasi keperkasaan, atau keseksian. Ada saja orang yang bangga kalau ia telah berhasil menggaet daun muda, atau bahkan merasakan goyang randa. Sebagaimana ada pula yang bangga kalau ia berhasil menaklukan bos, atau menjerat suami orang walau hanya sesingkat short time. Komunitas (Purwanto, 1999) ini mudah terbentuk di lingkungan kerja, dimana interaksi pria-wanita sering terjadi. Tresno jalaran soko kulino menjadi alasan paling banyak (33%) terjadinya selingkuh. Sedangkan di masyarakat komunitas yang kontra selingkuh semakin menipis kekuatan daya tangkalnya. Hal ini karena selingkuh dianggap sebagai fenomena yang terlalu sering terjadi. (Penelitian di Jakarta, 1997, 2 dari 3 laki-laki pernah berselingkuh).

c. Lemahnya sangsi sosial dan hukum. Secara umum masyarakat kita sangat mudah memaafkan kesalahan. Walaupun kesalahan itu sangat fatal menurut kacamata agama. Sedikit sekali kasus selingkuh diproses menjadi kasus hukum.

Di Amerika Serikat kasus selingkuh sudah melanda 60% keluarga, bahkan jutaan bayi lahir tanpa lembaga perkawinan, tetapi dengan bangga mereka mengakuinya, semisal aktris Madonna.

Prediksi penulis di Indonesia kasus selingkuh terbongkar dan yang dibawa ke pengadilan dan berakhir dengan perceraian hanya 5%, 8% masuk penjara. padahal kasus yang tidak terbongkar jauh lebih besar. Sisanya diselesaikan diselesaikan secara kekeluargaan, tahu-sama tahu, dilupakan, mengambang, dihukum secara sosial, di keluarga hanya pisah ranjang. Kenyataan ini semakin memperbesar komunitas penerimaan terhadap kasus selingkuh.

Selain itu, hukum yang mengatur sangat fleksibel, lentur tergantung kebijakan hakim. Dan dimana selingkuh itu dilakukan.

d. Media massa. Tentu kita sudah maklum bahwa lagu-lagu telenovela, sinetron, film, dan juga kelakuan langsung para sineas film menunjukkan ide-ide perselingkuhan sebagai fenomena wajar. Dengan suka cita rangkaian cerita itu dinikmati sebagai sebuah entertainment. Mengapa hal itu terjadi Karena orang lebih mentuhankan cinta tetapi tidak menghargai hukum Tuhan tentang cinta itu sendiri. Para artis/aktor yang selingkuh, bercerai secara terus menerus dipublikasikan dengan bumbu-bumbu entertainment, seolah-olah tanpa dosa dan tetap menjadi pujaan.

e. Era hedonisme. Kita telah lama mendengar bahwa sekarang ini memasuki era kebebasan dan materialisme. Sangking sudah bingungnya menghadapi kasus selingkuh di satu sisi, tetapi kebutuhan materi disis lain, atau kebutuhan gengsi (kehormatan) di sisi lainnya, ada sebagian orang yang berprinsip: di rumah adalah suami (istri)ku, di luar terserah, yang penting tidak mengganggu ekonomi RT, dan tidak saya pergoki.

3. Faktor Pemicu lain

a. Seringnya memelihara pandangan, pendengaran dan pikiran tentang hasrat seksual, semisal berbicara hal-hal yang yang porno sesama rekan atau teman dekat. Biasanya selingkuh diawali oleh hasrat seksual yang atraktif, bahkan bersifat sesaat. Semisal melihat gadis-gadis cantik (perjaka ganteng) yang setiap hari ada di pinggir jalan, di sekolah, di toko, mall atau dimanapun. Hasrat ini semakin menguat ketika pasangan di rumah kurang kreatif dalam teknik seksologi. Proses yang ditahapi: (1) mengawali dengan coba-coba, (2) lalu terjebak dan (3) sulit menghentikan (4) konflik (5) resiko berkelanjutan.

b. Media pornografi dan pornoaksi yang mudah diperoleh, bahkan disediakan oleh media televisi secara terselubung. Semisal acara musik dengan latar penari yang seronok yang seksi, bagi para penonton berhasrat seks cukup tinggi, atau mudah terangsang, dapat menjadi ingatan sesaat yang muncul untuk mencari penyaluran lain selain pasangan.

c. Kesepakatan canggih. Pada beberapa kasus selingkuh, kedua belah pihak memperoleh manfaat sesaat. Mereka menyadari resikonya dan karenanya sepakat untuk hanya sekedar berenjoy ria secara seksual dan mengaturnya secara canggih sehingga tidak sampai membuat bubar keluarga masing-masing. Kalau ketahuan akan sama-sama menolaknya dan sama-sama mengakhirinya. Mereka menjalaninya sebatas aman saja.

d. Kecanggihan teknologi anti hamil. Kecemasan akan kehamilan akibat sek bebas semakin kecil, karena hampir 95% mereka yang selingkuh telah memahami fungsi kontrasepsi atau bagaimana caranya seks tanpa kehamilan. Sebagaimana juga terjadi di kalangan remaja putri yang terlibat pada perselingkuhan dengan om senang. Dalam hal ini penelitian Kainuna (2001) mengindikasikan bahwa teknologi kehamilan memberikan 70% kontribusi pada keberanian seseorang untuk melakukan seks bebas dengan rasa aman dari kehamilan. Kehamilan terjadi pada seks bebas remaja cingur.

C. Selingkuh dengan Siapa

Berikut ini beberapa data selingkuh di kalangan eksekutif pria Jakarta (101 orang) Asya (2000):

Tabel 1. Bentuk Hubungan

NO Hubungan perselingkuhan %
1 Kerja 23
2 Mantan Pacar 37
3 Dikenalkan oleh teman (mak comblang) 17
4 Orang baru (ketemu di Mall, toko) 13
5 Tuna Susila (di Hotel, Bar, Diskotik) 7
6 Lain-lain 3

Tabel 2.Sebab-sebab Mengapa Selingkuh Terjadi

No Sebab-sebab %
1 Hasrat afeksi: Sering ketemu 33
2 Hiburan seksual, pengalaman seksual unik 21
3 Pasangan: hampa seks, bosan 14
4 Mitos: Resep awet muda 11
5 Balas dendam pada pasangan 9
6 Ketularan teman, diajak teman, disodorkan teman 6
7 Mabok, tidak sadar 4
8 Merasa punya biaya 2

Tabel 3. Model Selingkuh

No Model %
1 Hanya telpon/sms 16
2 Ketemu untuk ngobrol saja 14
3 Pacaran 8
4 Hubungan badan di hotel 32
5 Hidup Serumah (samen leven) 21
6 Kawin fiktif (tidak syah secara agama, aspal) 9

Tabel 4. Penyelesaian Setelah Diketahui oleh Pasangan Syah

No Cara penyelesaian %
1 Cerai ke pengadilan 5
2 Cerai tanpa surat 12
3 Pisah ranjang satu rumah 18
4 Memaafkan dan akur lagi 36
5 Membiarkan pasangannya selingkuh 8
6 Menerima Saling selingkuh 9
7 Kawin madu karena terpaksa 3
8 Masuk penjara 8

Satu Menit KETIKA Sperma Tersalurkan

(created by :M.lmron – Pekanbaru, pukul 23.45  tgl, 21 Mei 2009)

(…………….adalah kenikmatan totalitas dari esensi setiap kehidupan mahluk yang tiada tara dengan penuh rasa, karena tercurahkan segala hasrat yang terpendam didalam jiwa……………………………….)

Manusia sebagai mahluk yang mulia pada esensinya berbeda dengan yang lain karena adanya pikiran. Puncak kenikmatan dari segala kebahagiaan terletak pada konsistensinya pikiran dalam mengendalikan diri atau memimpin dirinya dalam berekpresi serta mengapresiasi suata permasalahan. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa bentuk dari kenikmatan kebahagiaan terdapat pada harta, tahta dan wanita. Harta dan tahta pada hakekatnya menjadi alat untuk memperoleh puncak kenikmatan kebahagiaan dengan wanita. Kita bayangkan sejenak sebagai manusia normal, bahwa seandainya bisa semua orang laki-laki akan memimpikan seorang wanita yang cantik jelita, dengan tubuh bersih mulus, sexy disertai tatanan payudaranya yang tepat dan besar (montok), tinggi semampai pantat berisi, betis lencir dan lain sebagainya.

Begitu indahnya bercinta dengan seorang wanita seperti dia, sahdu sunyinya malam akan diiringi oleh desahan-desahan tanpa makna. Jeritan, rintihan kecil menyapa telinga berdering membangkitkan rangsangan jiwa untuk semakin memeluk, membelai, mencumbu rayu. Mode-mode berbagai fase tanpa rasa telah dicobanya, diulang-ulang dengan penuh  hasrat dan kenikmatan totalitas. Bersatu dalam satu pelukan jiwa, dua insan mencurahkan rasa, meniti puncaknya kenikmatan saat-saat detik pertama ketika sperma tersalurkan, bahagia, senang rasanya luar biasa.

Untuk mencapai puncak nikmat ketika sperma tersalurkan akan lebih berarti, bernilai tinggi, bermakna simpati pada sang istri adalah dengan senALLAH  SWT.-senALLAH  SWT. desahan bahasa Illahi Robby. Adanya suasana mesra, tempat istimewa, merupakan indikator rangsangan jiwa. Alunan kata cinta terurai dengan desahan nafas ALLAH  SWT. terucap dalam hati disetiap senALLAH  SWT., belaian dan ciuman. Terlafalkan “Bismillah Hirrahman Nirrakhim” dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Bergeraknya jemari menelususi lekukan tubuh mulus, mengalirnya ciuman dari kening turun hingga kelubang diantara dua paha, serentak sambil bersykur Alkhamdulillah. Lilitan lidah terus menembus hingga kedalam dan sesekali  kuluman kecil menyapa biji kacangnya. Berulang-ulang tiada henti, hingga terpuaskan gelora jiwa.

Ending   puncak nikmatnya bersenggama mana kala senjata telah mulai menembus dinding-dinding vagina. Beraneka model posisi terus berganti, keluar masuk pintu menembus, ditekan, digoyang dimasukkan hingga kedalam. Senada seirama dua jiwa terus mendesah dengan rintihan kecil nikmat, terucap dalam sanubarinya “Sholawat Rosullullah SAW” berulang-ulang dan sesekali terucap “Subhanallah” begitu nikmatnya ALLAH  SWT. atas karuniaMu. Hingga detik-detik puncak nikmat segera tiba, goyang dan tekanan semakin keras-semakin mesra dan akhirnya sang sperma menyembur keseluruh dinding-dinding vagina  bertumpahan seraya berkata “Yaa…. Allah, Allahuu Akbar”.

Satu menit, ketika sperma tersalurkan, kedua insan tetap dalam satu pelukan sambil melakukan belaian-belaian kecil beberapa menit. Jiwa terasa disurga, pikiran penuh bahagia, problema terasa tiada. Tawakal hati sanubari berpasrah diri pada Illahi hingga kedua jiwa terlelap dalam satu pelukan ikatan perkawinan yang penuh kenikmatan. Subhanallah………. Wal Khamdulillah…… Wala Illaha Illallah…… Wallahu  Akbar…………….

—————Ekplorasi Pikiranku————–—–

Nikah Lagi ATAU Melacur Diri

Pekanbaru 00.18 BBWI 14 Mei 2009

By : M. imron

Hidup dikota metropolis dari satu kota ke kota lain, dari Jember ke Banyuwangi, dari Malang ke Surabaya, dari Jakarta ke bandung dan  dari Makasar ke Pekanbaru. Sebuah perjalanan yang indah saat-saat menunaikan perjuangan suci untuk menghidupi keluarga tercinta. Seiring dengan waktu, lajunya pergaulan, hiruk pikuknya kehidupan malam, hilir mudik dari mal satu ke mal yang lain. Banyak wajah-wajah cantik bertebaran dan setiap saat menghiasi perjalanan disela-sela pekerjaan. Sebagai manusia biasa pasti melihat wanita cantik, baik budi, lemah lembut, siap jadi kedua serta godaan saat-saat sepi menemani. Seringkali disalah arti oleh sepinya kehidupan malam sebagai temannya sepi. Tapi…….. aku sebagai manusia yang bermoral, beragama, punya iman, juga punya perasaan terhadap anak istri. Rasanya sulit sekali untuk selingkuh atau menghianati istri tercinta.

Terlalu banyak hal-hal yang indah-indah bersama pelukan waktu, tebaran sisi-sisi hati yang ingin merajut kembali tali kasih. Akankah ini godaan sepi yang menemani? Hanya ada satu kata yaitu SETIA selalu menyertai langkahku hingga diujung waktuku. Melihat rutinitas waktu dan kesempatan yang selalu menunggu, ada disetiap mata, menggoda talian iman, membuka peluang untuk berselingkuh, rasa dan karsa saling bertautan dalam jiwa.

Ada dan banyak teman, atasan, bawahan, serta para insan yang lalu lalang bersama pelukan-pelukan tangan lain, pelukan tangan kedua, pelukan hati yang lain, serta desahan-desahan nafas panjang yang bukan lahir dari pernikahan. Seiring waktu terus berlalu, bersama itu terus aktifitas waktu mencumbu rayu dengan nafas-nafas indah beserta desah-desah membisik telinga. Ini selalu terlihat dan tercipta didepan mata. Memang sisi-sisi ini takut sekali dilahirkan untuk berzina, bercumbu rayu dengan nafas lain yang tercipta tanpa pernikahan.

Selingkuh, mencari nafas-nafas merdu malam, demi untuk menumpahkan percikan air putih suci yang merupakan fitrah Illahi. Percikan-percikan air putih ini menghiasi setiap sepinya malam, dinginnya senja pagi, tumpah dari sela-sela selimut yang bergerak dengan pelan-pelan. Mungkin andai terkumpul  bak lumpur putih seluas lumpur lapindo. Bagiku ini adalah penghinaan nilai suci manusia, tapi yang lain lebih baik seperti ini yang penting istri tidak mengerti, dengan beli semua akan aman dan tentram, makan duren jangan sampai dibawa pulang kulitnya. Melihat nilai-nilai suci terhianati, istri menanti diberi sisa sisa dari nafas-nafas malam. Akankah ini harus terjadi dan kualami. Mungkinlah lebih baik menikah lagi atau melacur diri dengan menghianati perkawinan suci.  Lebih terhormat manakah antar nikah lagi dengan melacur diri? Lebih malu manakah antara nikah lagi dengan melacur diri? Lebih manusiawi manakah antara nikah lagi dengan melacur diri? Mengapa jarang sekali menikah lagi tapi banyak sekali laki-laki memilih melacur diri. (by – m.imron)

—————Ekplorasi Pikiranku——————-

Maaf… Bukan Purnografi

Created by : m.imron – Pekanbaru, pukul 00.43 tgl, 13 mei 2009

Melihat yang indah-indah merupakan sesuatu yang sangat menyenangkan, seperti panorama pantai kuta Bali, gunung bromo, danau toba, gedung mewah, mobil exclusive juga keindahan lainnya. Yang lebih menarik lagi sebagai laki-laki normal adalah saat-saat melihat keindahan sosok wanita dengan postur tubuh tinggi semampai, bodi sexy , kulit putih mulus, pantat semox , buah dada besar padat berisi, jalannya seperti harimau lapar, lebih-lebih dia pakai busana tipis tranparan, samar-samar terlihat isinya hingga lekukan goanya, wah…….. indah sekali bukan?!.

Sebagai lelaki normal  melihat pemandangan indah tersebut, sekejap terpesona dengan mata melotot  tidak kedip seditik pun. Sangat mubadzir pemandangan indah ini kita sia-siakan. Disertai beraneka ragam pertanyaan didalam dadanya, bagaimana enaknya apabila dinikmati diatas ranjang? Wah asik betul kalau dibolak balik dengan berbagai mode dan pose? Masih banyak pertanyaan lain yang serupa akan timbul. Hal ini akan sedikit berbeda nuansanya kalau yang melihat pemandangan tersebut seorang yang beriman, beragama kuat dan berkepribadian luhur. Mungkin sesaat dia melihat sambil berkata “subhannallah, astagfirulla al-adzim”, tetapi proses berfikirnya belum tentu dihatinya tidak membayangkan pemandangan indah alami tersebut.

Proses melihat pemandangan cewek sexy seperti ini, akan memiliki dampak berbeda jika sudut pandangnya  berbeda, tanpa melihat tingkat keimanan,  keagamaan, moralitas yang dimilki oleh seseorang yang melihatnya. Kita coba lihat dengan menggunakan pikiran positif  (positive thingking)  tanpa ikut campurnya nafsu birahi   yang tidak pernah tahan jika melihat pantat dan buah dada nongkrong dengan hormat. Juga tanpa ikut campurnya sifat ego, amarah, perasaan, dan berbagai sifat lainnya. Sekarang kita lihat dengan proses cara berfikir  dalam kondisi sebagai berikut :

  1. 1. Pastikan bahwa didalam pikiran kita buah dada yang montok,  pantat sexy dan  bibirnya yang mungil.    Hal ini kita lihat kemudian  kita pikirkan bahwa eksistensinya pemandangan sexy tersebut hanyalah sebuah benda saja, kebetulan  letaknya rapi dan sempurna.
  2. 2. Pastikan bahwa dalam pikiran kita pantat sexy adalah sebuah tonjolan daging yang terletak tepat dan rapi  dan tepat dibawah punggung seorang wanita sexy, hal ini sebenarnya juga  dimiliki oleh orang lain bahkan binatang juga punya.
  3. 3. Pastikan bahwa dalam pikiran kita pantat sexy, buah dada montok, bibir mungil, bahkan lekukan diantara kedua paha, kita lihat dan kita bayangkan hal tersebut terdapat pada orang yang mati kena penyakit kusta.

Dengan tanpa melihat status orang yang melihat memiliki nilai agama yang kuat, tingkat kefantikan terhadap hukum syar’i yang tidak diragukan lagi atau seorang pastur dan pendeta sekalipun. Siapapun orangnya pasti   pikiran kotor, bejat- rusak yang haus  sexy, otomatis akan terkurangi, bahkan bisa  tidak ada sama sekali,  dan tidak akan tergoda nafsu birahinya. Berarti bahwa orang tersebut telah dapat mempartisi dan memproteksi unsur-unsur jiwa  seperti pikiran, hawa nafsu, hasrat, sifat sifat lainnya.  Sebenarnya perbedaan dampak itu akan berubah /berbeda hasilnya pada situasi kondisi yang sama dengan proses berfikir yang berbeda, secara otomatis hasil juga berbeda pula. Dapat kita simpulkan bahwa cara berfikir adalah penentu hasil akhir.

Bagaimana cara mempartisi unsur-unsur jiwa menjadi beberapa sub folder dan memproteksinya. Manusia yang memiliki jiwa stabil  adalah manusia yang dapat mempartisi  dan memproteksi seluruh unsur jiwa hingga tidak bercampur aduk satu sama lain. Apabila unsur jiwa bercampur aduk seperti es campur, dapat menyebabkan manusia  mudah emosi, tidak dapat berfikir dengan benar, egois, sombong, pemarah, dan bersifat lainnya.

Pada dasarnya  manusia emosi karena faktor tidak terkendalinya  pikiran membelenggu sifat ego. Manusia dapat memiliki sifat sombong karena terjadinya sifat merendahkan orang lain  dan dianggapnya bodoh/miskin. Hal ini bisa terjadi karena bercampurnya berbagai sifat di dalam jiwa yang bergerak tanpa diatur terlebih dahulu.

Mudahnya unsur jiwa  bercampur tanpa harus terlebih dahulu dipanggil oleh pemimpin  jiwa yaitu pikiran. Faktor lainnya tidak melakukan sharring dalam menghadapi masalah antara pikiran dan hati nurani kita. Dengan kata lain jiwa yang kerdil, penakut, pemalas, bodoh, dungu dan yang lainnya adalah jiwa manusia yang tidak pernah memimpin unsur-unsur jiwa dengan pikiran yang disertai hati nurani.

Cara mempertisi unsur-unsur jiwa adalah dengan cara setiap melihat segala sesuatu masalah dengan memastikan bahwa masalah tersebut sebelumnya telah didaftarkan kepada sekretaris jiwa sebut saja alat panca indra, yaitu mata, telinga, kulit,hidung dan mulut.

Setelah masalah didaftarkan pada salah satu alat panca indra  dilaporkan pada sang pemimpin jiwa  yaitu pikiran atau sang penasehat jiwa yaitu hati nurani. Disinilah pikiran akan menjadi sang pengendali jiwa. Pikiran akan memanggil masing-masing sub folder jiwa harus sesuai kebutuhahnnya.

Misalnya  pikiran akan memanggil sub folder jiwa yang bernama nafsu birahi. Maka pikiran   harus memastikan bahwa pikiran telah menerima laporan yang show reality dari alat panca indra. Dengan hasil recordnya sebagai berikut, “bahwa mata telah melihat wanita sexy,  pantat besar berisi, buah dada ukuran besar padat dan  kencang, bibir mungil merah delima, bodi sexy seperti gitar tua, bahkan yang lebih menarik adalah si wanita tersebut  telah telanjang bulat alias bugil dengan posisi diatas ranjang  penuh gairah,  sambil berkata“Mas …. Mas…., Mass…. aku sudah siap dan tidak tahan lagi nich…..”. Pada saat seperti ini, pikiran harus membaca data dari panca indra dengan teliti, seksama, sempurna dan akhirnya spontanitas pikiran memutuskan ; “bahwa nafsu birahi boleh dilampiaskan sepuas-puasnya”. Inilah contoh kasus pikiran yang sehat, cerdas, pintar, dan selalu positif cara mengendalikan hawa nafsu birahi. Mengapa demikian, karena dari hasil record yang telah direkam panca indra dipastikan wanita tersebut adalah ISTRINYA. Bagaimana seandainya wanita tersebut ternyata  bukan istrinya??………….   (by – m. imron)

—————Ekplorasi Pikiranku——————-

Berzina ITU Indah

Pekanbaru 00.12 BBWI tgl, 21 Mei 2009

Created by : M. Imron

Hidup terasa indah dengan hadirnya cinta bersama kekasih hati yang saling mengasihi, memberi dan menerima  pelukan, belaian, cumbuan, rayuan serta manisnya kata-kata asmara. Terasa sukma penuh gairah dengan tatapan-tatapan wajahnya yang cantik jelita, tampan rupawan. Segalanya berbunga-bunga hingga jatuhnya hasrat, gairah yang tertuang dalam ranjang cinta. Puncak nikamt kasih keindahan cinta terasa lega pada saat-saat detik akhir tumpahnya air putih suci yang tersembur kedalam gua surga sang kekasih. Begitu juga detik-detik dimulainya tekanan-tekanan keras terasa lembut menembus hingga ke ulu hati dan melayang terbang terbuai dalam mimpi pelukannya. Dua insan telah menyatu padu, menumpahkan segala hasrat jiwa, tanpa peduli bahwa dia belum tercipta dalam sebuah hubungan pernikahan. Terasa indah segalanya, terasa nikmat hidup yang dilaluinya. Siapa yang tidak suka, siapa yang tidak mencarinya, siapa yang tidak berani berkata bahwa berzina itu indah?

Sudah bukan rahasia lagi bahwa memang berzina itu indah. Kenyataan telah beredar,  keindahan perzinahan telah membudaya dan sudah dinikmati oleh muda-mudi dalam usia dini. Bukan sesuatu yang tabu kalau kita berpacaran, bukan jamannya berpacaran tanpa ciuman, bukan ciuman kalau tanpa rabaan dan belaian, ciuman dengan rabaan dan belaian suatu kenikmatan bila dilanjutkan langsung dimasukkan, ditenggelamkan dengan penuh kemesaraan. Oh….. indahnya perzinahan.

Berzina itu indah, indahnya berzina terletak pada nikmatnya bersenggama tanpa doa restu kedua orang tua. Berzina itu indah, karena anak muda telah meniru prilaku orang tua. Orang tua sering berzina diluar pernikahannya dengan wanita-wanita yang lebih muda. Tidak salah kalau anak muda melakukan berzina seperti orang tua sebelum yang muda dihabiskan oleh orang tua. Orang tua dan anak muda sudah sama-sama berzina sebagai prilakunya. Keindahan berzina sudah tidak ada batas usia tua atau muda, semua sudah membudaya bercinta dengan berzina.

Mengapa anak muda berzina? Yang jelas berzina itu indah dan sesuatu yang sangat amat nikmat. Indahnya karena sudah terlupanya dosa –dosa didalam dirinya, bahkan sudah terlupakan hakekat zina adalah turunnya nilai jiwa manusia menjadi bukan manusia. Sudah tidak perduli nilai manusianya dirinya orang-orang yang telah berzina, bahwa indahnya berzina adalah tertutupnya jiwa pada dirinya oleh kebutaan pikiran yang sudah melupakan hakekat adanya Tuhan. Keindahan yang dibuat tanpa hadirNya, restuNya Tuhan adalah keindahan yang akan membunuh dirinya sendiri kedalam ruang kehampaan pikiran, kegelapan pikiran, kenistaan pikiran hingga terwujudnya duka nestapa. Hilangnya ketenangan jiwa dan  keluarga  telah diambil oleh indahnya berzina.

Hasrat berzina timbul dari bersatunya pikiran dengan perasaan dimana tanpa kehadiran Tuhan. Kehampaan pikiran timbul dari banyaknya permasalahan, sulitnya menghadapi kehidupan. Indahnya  berzina menjadi solusi terciptanya bahagia yang bersifat hanya sementara. Manusia sudah menjadi buta jiwanya hingga mencari bahagia dengan menikmati indahnya berzina. Wanita mengorbankan mahkotanya pada pria karena tertutupnya oleh rasa indahnya berzina dengan orang yang dicintainya. Pria melakukan berzina pada hakekatnya karena pikirannya telah menikmati sesuatu yang indah dari orang yang dicintainya. Rasa cinta tanpa melihat akan kodratnya sebagai manusia beragama  maka dia  telah melahirkan beberapa penyakit yang mempengaruhi jiwanya. Penyakit yang paling bahaya adalah hadirnya duka nestapa dan hilangnya rasa bahagia didalam pikirannya. Mental seperti inilah yang menyebabkan kita dapat melakukan,  menikmati indahnya berzina. (created by : M. Imron)

—————Ekplorasi Pikiranku——————-

Bercinta Yang Islami

by M Shodiq Mustika

Perhatian! Yang dimaksud dengan “bercinta” di sini bukanlah berhubungan seksual, melainkan membina hubungan percintaan.

Dalam buku Kebebasan Wanita Jilid 5 (Gema Insani Press, 1999), Abdul Halim Abu Syuqqah (seorang ulama Ikhwanul Muslimin, sahabat Yusuf Qardhawi) membolehkan dan bahkan menyarankan bercinta sebelum khitbah (peminangan). Alasannya antara lain:

  1. Fenomena hubungan percintaan prakhitbah telah ada pada zaman Nabi Muhammad saw.
  2. Rasulullah saw. “menampakkan belas kasihnya kepada kedua orang yang sedang dilanda [saling] cinta”.
  3. Bila cinta didiamkan (tidak dibina), “maka dikhawatirkan akan terjatuh ke dalam hal-hal yang terlarang.”
  4. Rasa rindu dan cinta kepada lawan-jenis nonmuhrim di luar nikah tidak berdosa (tidak tergolong “zina hati”) dan bukan sesuatu yang kotor.
  5. Cinta kepada lawan-jenis bersifat “manusiawi, yang bersumber dari asal fitrah [suci]  yang diciptakan Allah di dalam jiwa manusia”.
  6. Cinta yang suci tersebut “mengandung segala makna kasih-sayang, keharmonisan, penghargaan, dan kerinduan, di samping mengandung persiapan-persiapan untuk menempuh kehidupan di kala suka dan duka, lapang dan sempit.”
  7. Cinta yang suci tersebut “tidak mungkin terjadi dengan sempurna antara dua orang manusia yang berakal sehat, kecuali setelah terjadi perhubungan yang mendalam dan pengalaman yang panjang, yang memungkinkan kedua belah pihak untuk saling mengenal dan mengetahui unsur-unsur yang dapat menegakkan cinta ini dan menumbuhkembangkannya.”
  8. Kalau tidak melalui “perhubungan yang mendalam dan pengalaman yang panjang” begitu, maka [taaruf] yang terjadi hanyalah “ketertarikan belaka terhadap unsur-unsur lahiriah yang tampak memukau.”
  9. Pertemuan tatap-muka dengan si dia “merupakan langkah awal, yang sesudah itu dilanjutkan dengan langkah-langkah [PDKT atau pendekatan] berikutnya dan semakin maju hingga mencapai puncak [di titik nikah] atau kembali lagi [ke persahabatan biasa]”
  10. Islam tidak mengingkari cinta yang indah, tetapi justru “menghendaki yang seindah-indahnya”. Islam menghendaki agar cinta itu “dijaga, dirawat, dan dilindungi” dengan harapan berujung pada titik nikah.
  11. Islam “tidak datang untuk membelenggu perasaan manusia, melainkan untuk membersihkannya dan mengarahkannya ke arah kebaikan, agar dengannya seseorang memperoleh kebahagiaan dan dapat membahagiakan orang sekitarnya, bukan untuk menyengsarakannya dan menyengsarakan orang sekitarnya.”
  12. Jalan menuju pernikahan (dari perkenalan hingga akad nikah) yang bisa panjang atau pun pendek tidaklah berbahaya “jika jalan itu dipenuhi dengan perasaan cinta dan diselingi dengan perkataan-perkataan manis [mesra] yang makruf, atau ditandai dengan tanda-tanda yang manis [mesra] dan makruf, seperti mengadakan tukar pikiran dan bantuan untuk mempersiapkan rumah tangga yang bahagia.” Cinta di jalan tersebut hendaknya “menjadi perasaan yang hangat, kegembiraan yang menyenangkan, dan cita-cita yang besar”.

Begitulah selusin alasan Abu Syuqqah mengapa sebaiknya kita bercinta sebelum khitbah (peminangan). Bagaimana dengan Anda? Punya alasan lain? Silakan menambahkan.

Setiap kali aku mendengar seruan “indahnya pacaran setelah menikah”, “pacaran dalam Islam adalah setelah menikah”, dan sebagainya, aku merasa geli. Kupikir, mereka yang berseru seperti itu belum mengetahui (atau pura-pura tak tahu) bahwa makna asli kata “pacaran” adalah “persiapan nikah”.

Delapan pasang calon pengantin dari Anggota Polres Tapin, Kalimantan Selatan, ditatar oleh BP4 (Badan Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian) di Aula Bhayangkara Polres Tapin, 17 Februari 2009

Kata “pacaran” berasal dari kata bahasa Kawi (Jawa Kuno) “pacar” yang bermakna “calon pengantin“. Dengan diimbuhi akhiran “-an”, “pacaran” itu berarti “aktivitas calon pengantin”, yaitu “persiapan nikah”.

Dengan demikian, pacaran setelah menikah itu mustahil. Mustahilnya itu seperti mustahilnya pernyataan “indahnya menjadi janin setelah lahir”. Sebab, setelah lahir, kita tidak lagi menjadi janin (calon manusia) yang hidup di rahim. (Seandainya setelah lahir itu kita masih menjadi janin di luar rahim, hiii…. ngeriiii….) Demikian pula antara pacaran dan menikah. Setelah menikah, kita tidak lagi menjadi calon pengantin. Jadi, mustahil pacaran setelah menikah.

Karena itu, kalau mau membicarakan indahnya pacaran, tentunya SEBELUM menikah. Hanya saja, yang indah ini adalah pacaran yang sehat atau yang islami.

Lantas, apa saja keindahannya? Banyak deh, sampai tak terhitung. Di antaranya:

  1. menjadi lebih siap untuk menikah, termasuk karena sudah lebih mengenal pasangan dan untuk menghadapi segala risikonya
  2. menjadi lebih menikmati pernikahan, karena “pohon” percintaannya telah tumbuh subur sewaktu pacaran, tinggal memetik buahnya setelah menikah
  3. lebih merasakan nikmatnya cinta dengan lebih lengkap, yaitu bukan hanya setelah menikah, melainkan juga sebelum menikah
  4. menjadi lebih dewasa karena ditempa berbagai pengalaman, baik yang manis maupun yang pahit, sewaktu pacaran
  5. ……… (silakan tambahkan apa saja keindahan pacaran SEBELUM menikah menurut dirimu)

Wakapolres Tapin memberikan sambutan kepada delapan calon pengantin

Bagaimana kalau pacarannya tidak sehat atau kurang islami? Tentu saja keindahannya menjadi berkurang drastis atau bahkan menjadi TIDAK ADA sama sekali, seperti karya lukis yang dinodai kotoran.

Bagaimana kalo ada wanita pezina tp keluarganya tidak tahu truz dia selalu menuruti keinginan laki2 pezina itu sampai kemudian dia menikah dengan laki2 yang berzina dgn dia karna untuk menjaga nama baik keluarganya tanpa rasa cinta sedangkan dia mencintai orang lain itu hukumnya gmn?dan apa yang harus dilakukannya??

Setiap amal itu ada ganjarannya sendiri-sendiri. Berzina itu berdosa. Mengikuti keinginan yang buruk berdosa, tetapi mengikuti keinginan yang baik berpahala. Menjaga nama baik keluarga berpahala, asalkan dengan cara dan tujuan yang baik. Menikah itu berpahala, asalkan bukan untuk tujuan buruk.

Mencintai pria lain padahal bersuami tidaklah berdosa, asalkan tidak mengarah pada keburukan (seperti selingkuh, melalaikan kewajiban selaku istri, dsb). Supaya tidak mengarah pada keburukan, lebih baik cinta semacam itu disembunyikan, tidak diekspresikan.

Tidak mencintai suami tidaklah berdosa, tetapi mencintainya akan berpahala. (Sebab, rumah tangga akan lebih sakinah bila suami-istri saling cinta.) Perlu dipahami, cinta merupakan proses. Hari ini belum cinta, mungkin esok atau bulan depan sudah cinta.

Sebelum sampai ke jenjang perkawinan, ada satu tahapan/kegiatan yang diatur oleh agama, yaitu khitbah (pinangan) atau “masa pacaran”.

Untuk itu dianjurkan kepada setiap calon suami untuk “melihat” calon istrinya (dan tentu demikian pula sebaliknya). Nabi saw. bersabda:

Lihatlah calon istrimu, karena ia (melihatnya) akan mengundang kelanggengan hubungan kalian berdua.

Ini bukan berarti bahwa “pacaran” dalam pengertian sebagian anak-anak muda sekarang dibolehkan agama. Tidak dan sekali lagi tidak! Kalau pun ada pacaran yang dibolehkan agama, maka pacaran yang dimaksud adalah dalam pengertian “teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan batin, untuk menjadi tunangan, dan kemudian istri”. Pacaran yang dibenarkan adalah yang “hanya” merupakan sikap batin, bukan yang dipahami sementara orang, khususnya remaja sekarang, yakni sikap batin yang disusul dengan tingkah laku, berdua-duaan, saling memegang, dan seterusnya.

Makhluk, termasuk manusia, remaja atau dewasa, dianugerahi oleh Tuhan rasa cinta kepada lawan seksnya (QS, Ali ‘Imran [3]: 14). Atas dasar itu, agama tidak menghalangi pacaran dalam pengertian di atas. Agama hanya mengarahkan dan membuat pagar-pagar agar tidak terjadi “kecelakaan”.

Dahulu ada sebagian ulama memahami sabda Nabi saw. yang membolehkan “melihat calon istri” sebagai “membolehkan melihat wajah dan telapak tangan.” Kini sementara ulama memahaminya lebih dari itu, yakni mengenalnya lebih dekat, dengan bercakap-cakap atau bertukar pikiran, selama ada pihak terpercaya yang menemani mereka, guna menghindar dari segala yang tidak diinginkan oleh norma agama dan budaya.” Ketika itu, jika terjalin hubungan cinta kasih antara keduanya–meskipun itu berupa cinta kasih yang muncul sebelum menikah–maka agama tidak menghalanginya. Bukankah tujuan mereka adalah saling mengenal guna melangsungkan dan melanggengkan perkawinan?

Dalam konteks perintah Nabi saw. untuk melihat calon istri yang dikutip di atas, terbaca bahwa beliau tidak menentukan “batas-batas tertentu” dalam “melihat”. Beliau hanya menentukan tujuan melihat dan hal ini menunjukkan keluwesan ajaran Islam dan keistimewaannya, sehingga memudahkan setiap orang pada setiap masa untuk menyesuaikan diri dengan adat istiadat, etika, dan kepentingan mereka, selama dalam batas-batas yang wajar. Begitu pandangan banyak ulama kontemporer.

Karena itu, pada masa pertunangan [atau “masa pacaran”], calon pasangan tidak dihalangi untuk duduk [berdua] di beranda rumah bersama salah seorang keluarga atau dari kejauhan orang tua mengamati mereka. [Pengamatan dari jauh] ini bila sejak semula orang tua telah yakin bahwa kedua calon pasangan itu, insya Allah, tidak akan mengorbankan kebahagiaan abadi dengan kesenangan sesaat.

Ketika agama membenarkan hal di atas, maka itu juga menunjukkan betapa tidak mudah menjalin hubungan yang serasi dan langgeng tanpa saling mengenal antara pihak-pihak yang berhubungan.

Jika calon suami dan istri sudah saling “melihat” dalam batas-batas yang dibenarkan agama, dan hati keduanya telah berkenan, maka saat itu dapatlah calon pasangan atau yang mewakilinya mengajukan khitbah/pinangan.

———

Tulisan di atas merupakan kutipan dari buku M. Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2007), hlm. 57-59.

Para ulama mengakui bahwa dalam Islam, tidak ada larangan pacaran. Namun, sebagian aktivis dakwah menentang keberadaan “pacaran islami” alias “tanazhur pranikah” atau “bercinta sebelum khitbah“. Alasan mereka adalah penerapan kaidah saddudzdzari’ah, yaitu “upaya pencegahan agar sesuatu yang tidak kita inginkan [yaitu zina] tidak terjadi”. (Yang dimaksud dengan “bercinta” di situs ini bukanlah “berhubungan seksual”.

Upaya “pencegahan untuk berjaga-jaga” itu memang perlu kita hargai. Mungkin hati mereka sangat pilu memprihatinkan kebobrokan moral yang kadang-kadang terdapat pada budaya pacaran pada umumnya.

Sungguhpun demikian, kita menyayangkan sikap mereka yang sangat berlebihan dalam upaya tersebut. Begitu berlebihannya upaya mereka dalam “pencegahan untuk berjaga-jaga”, sampai-sampai mereka mengharamkan segala bentuk pacaran, sesuatu yang tidak diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Mereka kurang memperhatikan adanya kebaikan dalam “pacaran islami” alias “tanazhur pranikah”. Mereka pun lupa akan kesulitan yang akan menimpa muda-mudi Islam jika larangan “tanazhur pranikah” itu diterapkan secara mutlak.

Kaidah saddudzdzari’ah itu sering diangkat ke permukaan tanpa disertai alasan yang kuat, antara lain seperti yang kami singgung dalam artikel Haramkah “jalan menuju zina”. Oleh sebab itu, kami memutuskan untuk menyampaikan beberapa karakteristik hukum Islam yang relevan dengan persoalan ini. Kami mengutipnya dari Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita, Jilid 3:

Pertama, Islam menetapkan bolehnya kaum wanita melihat kaum laki-laki, dan sebaliknya. Islam tidak melarang hal itu sebagai suatu pencegahan agar tidak terjadi penyimpangan, namun tetap memberlakukan tata krama yang dapat meredam fitnah sehingga jika pun seorang wanita dan [seorang] laki-laki bertemu, pertemuan mereka bersih dari fitnah.

Kedua, Islam membolehkan kaum wanita bertemu dan berkumpul dengan kaum laki-laki. Islam pun tidak melarangnya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Upaya yang dilakukan Islam adalah meletakkan berbagai aturan dan tata krama yang dapat meredam fitnah sehingga pertemuan mereka terjadi dalam suasana yang bersih dari fitnah.

Ketiga, Islam membolehkan kaum wanita bercakap-cakap dengan kaum laki-laki. Artinya, Islam tidak melarang hal itu hanya karena alasan saddudzdzari’ah. Akan tetapi, Islam meletakkan berbagai aturan yang dapat meredam fitnah sehingga percakapan berlangsung dalam suasana yang bersih dan suci.

Keempat, Islam membolehkan kaum wanita bepergian dan berada di jalan-jalan. Artinya, Islam tidak melarangnya demi menerapkan kaidah saddudzdzari’ah, bahkan Islam menetapkan berbagai aturan dan sopan santun yang dapat meredam fitnah.

Jadi, “kaidah saddudzdzari’ah [yang berarti “pencegahan untuk berjaga-jaga”] terkalahkan oleh kaidah taisir, yaitu kaidah memberikan kemudahan”. (Kebebasan Wanita, Jilid 3, hlm. 176)